Minggu, 27 April 2008

ITB Di Mataku

Kampus yang katanya merupakan kampus paling elit di negeri ini. Ada yang mengatakan
inputnya merupakan 5% pelajar terbaik di Indonesia. Ada juga yang mengatakan sebagai institut terbaik bangsa. Wah pokoknya banyak lagi.

Mungkin hal itu benar puluhan tahun yang lalu, namun sekarang harusnya dipertanyakan kembali. masih layakkah kampus ini diberi gelar-gelar itu. Kalau saya merasakan 4 (empat) tahun kuliah di itb prestasi yang diperlihatkan sebenarnya biasa-biasa saja. Kalau pun ada prestasi yang bagus tidak terlalu terdengar. Ada juga celotehan dari kawan kalau itb ga peduli sama mahasiswanya tapi kalau udah mahasiswa tsb menang baru pihak kampus pengen ikutan nimbrung. Belum lagi prestasi itb pada lomba-lomba yang diikuti tidak memberikan hasil yang baik. Bisa saya katakan bayar mahal tapi ga dapat apa-apa. Contoh sederhana lomba GALELOBOT yang tenyata dimenangkan semuanya oleh kampus-kampus luar itb seperti UGM, dan Gunadharma. Sama juga dengan lomba-lomba kemahasiswaan itb bisa dikatakan jarang sekali menang. Ini harusnya jadi pelajaran untuk kita semua.

Selain itu, banyak hal yang berubah di kampus ini sejak awala saya masuk hingga sekarang, bahkan cukup cepat perubahannya. Saat awal dulu tidak banyak saya lihat mobil dan motor di area parkir, tapi sekarang bahkan sampai tidak muat untuk parkir. Hal yang aneh dimana bangsa ini semakin miskin tapi ITB makin kaya.. Yah, itu mungkin salah satu penyebabnya adalah pihak itb atau bahkan mungkin elit-elit pendidikan yang semakin gila duit. Ada juga yang mengatakan disebabkan oleh digulirkannya BHMN. Kalau di lihat-lihat lagi ternyata jenjang SD, SLTP, dan SMA pun ada yang seperti itu.. Seperti judul bukunya Mas Eko Prasetyo, orang miskin dilarang sekolah.

Ada juga yang membuat saya miris melihat kampus ini yaitu kurang pedulinya mahasiswa terhadap lingkungan sekitar. Tidak perlu jauh-jauh, ga sedikit mahasiswa itb yang ga kenal tetangganya, bahkan tetangga kosnya, apalagi masyarakat. Kepedulian cuma di gembar-gemborkan lewat acara yang menurut saya ga nyambung bahkan bisa dikatakan percuma. Saya jadi ragu kebangkitan bangsa ini akan ada jika generasi masih seperti ini. Apatis.

Keberadaan itb sepertinya hampir tidak bermanfaat. Berbagai polemik di Bandung seharusnya bisa di atasi dimana banyak sekali orang-orang cerdas. Tapi kenyataannya tidak. Yang paling dekat adalah masalah sampah Bandung. lebih dekat lagi sebelah kampus kita. Apakah mahasiswa hanya dijadikan calon robot-robot industri? budak-budak perusahaan multinasional? mungkin saja.. Wah jadi salah kaprah sistem pendidikan kita. Semakin lama semakin kapitalis.

Yang paling parah adalah munculnya kaum hedon muda. Mungkin jaman dulu kaum priyayi. Orang-orang kelas atas yang ga peduli sekitarnya. Apakah hidup hanya untuk hura-hura, berpikir sempit, walau kita tahu anak itb cerdas-cerdas. Tapi apatis. Ga peduli dengan sekitarnya. Bisa-bisa bangsa ini sudah hancur kaum ini masih mikir yang enak-enak aja. Padahal itb dikenal sejak dulu sebagai kampus perjuangan.

Beberapa paragraf diatas merupakan bentuk sindiran terhadap ITB dan diri saya sendiri yang ada di dalamnya..Mudah-mudahan kita tidak menjadi orang yang makin hari makin tidak baik.. itulah orang-orang yang merugi.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalaamu'alaikum,,

gimana kabarnya kang? bentar lagi lulus ya? Semoga ilmunya bermanfaat.
kok pemikiranmu sama dengan pemikiranku ya. apalagi sy tinggal di asrama Kidang Pananjung. masih ada temen2 dengan tetangga kamarnya tidak saling kenal karena tidak mau mengenal. sedihnya ketika kemarin sy silaturahim ke kostan seorang ikhwah, dia juga tidak kenal dengan teman2nya serumah. knapa ya?
menurutku bisa seperti itu karena 2 faktor. pertama, karena internalnya diri mahasiswa itu sendiri yang terbiasa seperti itu di lingkungan sebelum kampus dan yang kedua karena sistem di kampusnya ya memang seperti itu.